Konsep Dasar Pembelajaran Transformatif
Transformasi
pada dasarnya adalah sebuah proses perubahan yang mendasar pada diri manusia.
Pembelajaran atau pendidikan yang transformatif adalah pembelajaran atau
pendidikan yang menghasilkan perubahan mendasar pada diri peserta didik. Jadi
pembelajaran yang tidak memberikan dampak perubahan mendasar pada diri peserta
didik bukanlah sebuah pembelajaran transformatif.Dari sini dapat ditarik
pengertian bahwa transformasi berarti (a) merubah bentuk, penampilan atau
struktur; (b) mengubah kondisi, hakikat atau karakteristik; bahkan (c)
mengganti substansi. Dengan demikian semua transformasi adalah perubahan,
tetapi tidak semua perubahan adalah transformasi. Perubahan lebih bersifat
superfisial, sedangkan transformasi lebih bersifat substansial.Transformasi
memang pada dasarnya adalah sebuah proses atau peristiwa perubahan diri,
sehingga yang paling menentukan adalah diri sendiri, diri orang yang
bersangkutan, bukan orang lain. Karena itu perubahan diri merupakan inti dari
proses transformative learning. Heteroginitas karakteristik peserta didik PLS
merupakan salah satu ciri utama yang membedakan PLS dari pendidikan
persekolahan. Heteroginitas peserta didik terda-pat baik di antara program yang
satu dan program yang lain maupun di dalam setiap program itu sendiri. Dengan
beragamnya jenis pendidikan luar sekolah sebagaimana tercermin pada
pengkategorian PLS menjadi program-program developmental, institu-tional,
dan informational (Boyle, 1981), maka heteroginitas peserta didik
tersebut semakin nyata. Pada program Keaksaraan Fungsional misalnya, latar
belakang kehidupan peserta didiknya (usia, tingkat ekonomi, jenis pekerjaan,
status perkawinan, pengalaman hidup, masalah keluarga, kepribadian, kondisi
fisik, dan lain-lain) berbeda-beda. Apalagi perbedaan karakteristik peserta
didik antara program yang satu dan program-program yang lain, seperti antara
program Keaksaraan Fungsional dan program-program Keseta-raan, Life Skills,
PAUD, Homeschooling, Pemberdayaan Wanita, dan Pemberdayaan Masyarakat.
Visi
Pendidikan transformative memiliki
visi nengubah masyarakat tradisional menjadi masyarakat modern.sebagaiman
masyarakat Indonesia merupakan masyarakat agraris dengan etika ,estetika,dan
kepribadian agraris yg belum sepenuhnya familiar dengan ilmu pengentahuan dan
teknologi beserta perkembangannya.
Rencana strategis Departemen Pendidikan nasional 2004
mempunyai tujuan untuk pendidikan transfomatif yaitu melahirkan insan cerdas
komprehensif dan kompetitif.
Cerdas komprehensif:
Cerdas spiritual(olah hati):beraktualisasi diri
melalui olah hati/kalbu untuk menumbuhkan dan memperkuat keimanan
,ketakwaan,dan aklhak mulia termasuk budi pekerti luhur dan kepribadian unggul.
Cerdas emosional(olah rasa):untuk nmeningkatkan
sensitivitas dan apresiasivitas akan kehalusan dan keindahan seni budaya serta
kompetensi untuk mengekpresikannya.
Cerdas sosial:membina
dan memupuk hubungan timbale balik,demokratis,empatik dan
simpatik,menjujung tinggi HAM,ceria dan percaya diri,menghargai kebhinaekaan
dalam bermasyarakat dan bernegara serta berwawasan kebangsaan dengan kesadaran
hak dan kewajiban warga Negara.
Cerdas intelektual(olah pikir):untuk memperoleh
kompetensi dan kemandirian dalam ilmu pengetahuan dan teknologi,aktualisasi
insane intelektual yang kritis,kreatif dan imajinatif.
Cerdas kinestetis(olah raga):melalui olah raga untuk
mewujudkan insan yg sehat,bugar,berdaya tahan,sigap.terampil,dan aktualisasi
insane adiraga.
Cerdas kompetitif:
-berkepribadian unggul
-bersemangat juang tinggi
-mandiri
-pantang menyerah
-pembangun dan Pembina jejaring
-bersahabat dengan perubahan
-inovatif dan menjadi agen perubahan
-produktif
-sadar mutu
-berorientasi global
-pembelajar sepanjang hayat
Untuk mewujudkan manusia yang cerdas komprehensif dan
kompetitif tidaklah mudah karena:
Keterbatasan:secara internal Indonesia masih memiliki
banyak keterbatasan dalam penyelengaraan pendidikan yang unggul dalam hal:
Man(manusia):sumber daya manusia pengelola pendidikan
yang kualitasnya masih belum memuaskan.
Money(uang):keuangan yang masih terbatas dan belum
dapat memenuhi kebutuhan penyelengaraan pendidikan yang unggul dan bermutu.
Method(metode):metode pendidikan yang belum beragam
dan kurang kreatif sehingga proses pendidikan kurang efektif.
Machines(alat):peralatan pendukung pendidikan yang
masih terbatas sehingga hanya menggunakan apa yang ada.
Material(input):siswa yang menjadi input pendidikan juga memiliki banyak keterbatasan
karena kondisi pribadi,keluarga dan masyarakat yang banyak problematika.
Tantangan:secara eksternal Indonesia juga menghadapi
tantangan dunia dan era global yang merugikan (selain peluang yang
menguntungkan)
Ketidaksesuaian:terjadi krisis keteladanan dengan
adanya paradox antara teori dengan praktek antara idealitas dengan realita
kehidupan yang sangat mengganggu proses pendidikan.
Pendidikan keluarga:orang tua belum dapat menjadi
teladan dalam kehidupan sehari-hari dan hanya menuntut dan meminta anak-anaknya
berbuat tanpa member teladan.
Pendidikan masyarakat:kehidupan masyarakat juga
berbeda dengan nilai-nilai yang d ajarkan di sekolah.
Keterpaduan manusia seutuhnya:proses pendidikan yang
memandang manusia secara utuh yaitu
spiritual,emosional,sosial,intelektual,kinestesis.
Keterpaduan pengelolaan:proses pengelolaan yang tuntas
mulai dari perencanaan(plan),pelaksanaan(action),monitoring dan evaluasi(check)
dan perbaikan(improve) program secara terus menerus terjadi peningkatan mutu
pendidikan.
Keterpaduan sumber daya:pengelolaan sumber daya
pendidikan meliputi
man(manusia),money(uang),method(metode),machines(alat),material(input),yang
unggul,cukup,tepat,efisien,dan saling mendukung dalam proses pendidikan.
Keterpaduan partisipasi:antara pemerintah dan
masyarakat terjadi sinergi dan saling menjalankan peran dengan sebaik2nya
sehingga pelaksanaan pendidikan dalam proses dan pembiayaan dapat efektif dan
efisien.
Keterpaduan proses:antara pendidikan d sekolah,rumah
dan masyarakat terjadi keterpaduan sinergi sehingga apa yang diajarkan
disekolah dikuatkan dirumah dan didukung oleh masyarakat.
Keterpaduan antara teory dan praktek:adanya
keteladanan dari para pendidik,sehingga nilai-nilai yang diajarkan dapat
terlihatwujudnya dalam kehidupan sehingga membekas dan membentuk karakter.
Keterpaduan nasional,regional,global:adanya
kerjasama terpadu antara seluruh komponen bangsa(nasional).kemudian dalam
lingkup regional seperti asia tenggara terjalin kerja sama untuk kemajuan
pendidikan dan kerja sama global untuk kemajuan manusia yang semakin adil,aman,sejahtera,dan
bahagia.
Strategi Pembelajaran Transformatif
Dari
penjelasan tentang konsep dasar transformasi dan pembelajaran transformatif di
atas, dapat dikatakan bahwa pembelajaran transformatif telah menjadi sebuah
strategi pembelajaran tersendiri. Di dalamnya tedapat kandungan potensi yang
luar biasa. Apabila potensi tersebut dapat diaplikasikan kedalam setiap
kegiatan pendidikan luar sekolah, maka dapat diharapkan bahwa semua kegiatan
pendidikan luar sekolah merupakan kegiatan pendidikan yang sangat
menjanjikan. Sebagaimana telah mulai diakui, pembelajaran transformatif
merupakan sebuah strategi pembelajaran yang sesuai untuk pendidikan orang
dewasa.
Dewasa ini
telah berkembang beberapa perspektif teori belajar transformasional, di antaranya
adalah transformasi rasional atau transformasi personal oleh Mezirow,
transformasi pendidikan atau transformasi individu oleh Boyd, dan
transformasi sosial atau transformasi emansipatori oleh Freire (Taylor,
1998). Menurut transformasi rasional, proses belajar transformatif adalah
proses pembangunan makna baru terhadap pengalaman diri sendiri berdasarkan
interpretasi sebelumnya guna memandu tindakan –tindakan yang akan datang. Teori
ini menjelaskan bagaimana harapan, kerangka asumsi budaya, dan anggapan-anggapan
seseorang mempengaruhi makna yang diperoleh dari pengalaman barunya. Kegiatan
belajar dilakukan melalui dua ranah, yaitu instrumental dan komunikatif.
Belajar instrumental difokuskan pada proses pemecahan masalah, sedangkan
belajar komunikatif ditekankan pada pemahaman substansi yang terkandung di
dalam pembicaraan orang lain, misalnya tentang nilai, cita-cita, perasaan,
keputusan moral, dan konsep-konsep kebebasan, keadilan, kasih sayang, buruh,
otonomi, komitmen dan demokrasi.Selanjutnya transformasi pendidikan atau
transformasi individu berakar dari psikologi analisis yang mengartikan
transformasi sebagai perubahan mendasar di dalam pribadi seseorang sebagai
akibat dari pengintegrasian dilemma pribadi dan perluasan kesadaran diri.
Diyakini bahwa hanya melalui transformasi perubahan diri yang signifikan bisa
terjadi. Tujuan utama transformasi adalah membebaskan diri individu dari
pola-pola kehendak dan norma budaya yang menghambat potensi aktualisasi diri.
Jadi jika Mezirow menfokuskan diri pada konflik kognitif yang dialami seseorang
dalam hubungannya dengan budaya dan menempatkan ego sebagai pemain
utama dalam pencapaian transformasi, maka Boyd menfokuskan diri pada upaya
mengatasi konflik di dalam internal diri individu untuk mencapai keharmonisan
karena diri (self) merupakan bagian sentral dan integral dari
totalitas kepribadian.
Terakhir,
transformasi emansipatori diartikan sebagai proses pembebasan kehidupan dari
unsur-unsur pembelenggu, sebuah proses yang berkelanjutan, tiada henti dan
sekaligus dinamis. Freire menekankan transformasi sosial melalui penggugahan
kesadaran kritis (conscientization) masyarakat dan menempatkan proses
pendidikan sebagai sarana yang tepat untuk keperluan tersebut. Karena itu
refleksi kritis dipandang sebagai kata kunci transformasi. Semakin kritis
peserta didik, semakin mampu yang bersangkutan mengubah kenyataan hidupnya. Hal
ini dapat dilakukan dengan menggunakan teknik bertanya Sokratik (Jarvis, 1984).
Teknik ini dilaksanakan dengan cara mengarahkan atau mengajukan sejumlah
pertanyaan yang urut dan logis kepada peserta didik hingga mereka terdorong
untuk merespon dan mengekspresikan pengeta-huan yang telah dimilikinya, yang
belum pernah terkristalisasi oleh pemikirannya sendiri.substansi yang paling
esensial untuk pembelajaran orang dewasa yang transformatif adalah feeling,
thinking, watching, dan doing. Pertama-tama, dua aspek (watching
dan doing) dihubungkan dengan garis kontinum “grasping experience”
untuk terjadinya proses perolehan pengalaman, kemudian dua aspek lainnya (feeling
dan thinking) dihubungkan dengan garis kontinum “transfoming
experience” guna menterjadikan proses transformasi pengalaman. keempat
aspek tersebut di atas dikaitkan dengan 4 tahap siklus belajar yang terdiri
atas “concrete experience“, “abstract experience“, “reflective
observation” dan “active experimentation“. Hal ini melahirkan
serangkaian pemahaman bahwa feeling membuahkan “concrete experience“,
thinking membuahkan “abstract experience“, watching
membuahkan “reflective observation” dan doing membuahkan “active
experimentation“. Selanjutnya dinamika interaksi keempat aspek dan keempat
tahap siklus belajar tersebut melahirkan empat perpaduan aktivitas, yaitu diverging
(feel & watch), assimilating (think & watch), converging
(think & do), dan accomodating (feel & do). Terakhir, keempat
paduan dan keempat tahap siklus belajar tadi dihubungkan oleh garis kontinum processing
dan perception.
Berdasarkan
pemikiran semacam ini, Cranton (2003)
merekomendasikan beberapa strategi yang dapat digunakan, 7 di antaranya adalah sebagai berikut.
1. An activating event
that typically exposes a discrepancy between what a person has always
assumed to be true and what has just been experienced, heard, or read.
Menunjukkan sejumlah peristiwa yang sama sekali berbeda dari apa yang selama
ini diyakini, dialami, didengar, atau dibaca seseorang yang bersangkutan.
2. Articulating assumptions,
that is, recognizing underlying assumptions that have been uncritically
assimilated and are largely unconscious.
Mengungkap makna yang
sesungguhnya dari anggapan-anggapan yang selama ini diikuti orang secara begitu
saja atau yang umumnya tak disadari orang.
3. Critical self-reflection,
questioning and examining assumptions in terms of where they came from, the
consequences of holding them, and why they are important.
Melakukan perenungan secara
kritis dalam arti mempertanyakan atau menguji kebenaran asumsi-asumsi yang ada
berkenaan dengan dari mana asal asumsi itu, apa sebetulnya akibat yang bakal
terjadi jika mengikutinya, dan mengapa asumsi itu dipandang begitu penting.
4. Being open to alternative
viewpoints.
Bersikap terbuka atau membuka
diri terhadap pandangan lain yang berbeda,
5. Engaging in discourse,
where evidence is weighed, arguments assessed, alterna-tive perspectives
explored, and knowledge constructed by consensus.
Melibatkan seseorang pada
pembicaraan-pembicaraan yang berbukti, alasan-alasan yang teruji, pandangan-pandangan
alternatif yang tertelusuri, dan pengetahuan-pengetahuan yang disepakati.
6. Revising assumptions and
perspectives to make them more open and better justified.
Melakukan perubahan dengan
sengaja asumsi-asumsi atau pandangan-pandangan yang telah dimiliki seseorang
atau masyarakat sehingga sikap mereka menjadi lebih terbuka dan lebih bijak.
7. Acting on revisions,
behaving, talking, and thinking in a way that is congruent with transformed
assumptions or perspectives
Betul-betul melakukan tindakan
perbaikan, atau bertindak, berbicara, dan berfikir yang betul-betul sejalan
dengan asumsi-asumsi atau pandangan-pandangan yang telah ditransformasi.
Referensi
DEPDIKNAS 2003 Standart
komoetensi bahan kajian;pelayanan professional kurikulum berbasis
kompetensi.jakarta:puskur balitbang.
DEPDIKNAS 2003. Kegiatan belajar
mengajar yang efektif; Pelayanan Profesional Kurikillum Berbasis
Kompetensi.jakarta Puskur Balitbang.
2003
kurikulum berbasis kompetensi pelayanan professional kurikullum berbasis
kompetensi Jakarta puskur balitbang.
2003
.model pelatihan dan pengembangan silabus ;pelayanan profesional kurikulum
berbasis kompetensi .jakarta .puskur balitbang.
http://berkarya.um.ac.id/2010/02/konsep-dan-strategi-pembelajaran-transformasi-untuk-pls-oleh-m-djauzi-moedzakir-ketua-jurusan-pls-fip-um/konsep
dan strategi pembelajaran transformasi untuk PLS Oleh M.Djauzi Moedzakir(ketua
jurusan PLS FIP UM)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar