Minggu, 29 Januari 2012

Pembelajaran Berdasarkan Transformatif


Konsep Dasar Pembelajaran Transformatif
Transformasi pada dasarnya adalah sebuah proses perubahan yang mendasar pada diri manusia. Pembelajaran atau pendidikan yang transformatif adalah pembelajaran atau pendidikan yang menghasilkan perubahan mendasar pada diri peserta didik. Jadi pembelajaran yang tidak memberikan dampak perubahan mendasar pada diri peserta didik bukanlah sebuah pembelajaran transformatif.Dari sini dapat ditarik pengertian bahwa transformasi berarti (a) merubah bentuk, penampilan atau struktur; (b) mengubah kondisi, hakikat atau karakteristik; bahkan (c) mengganti substansi. Dengan demikian semua transformasi adalah perubahan, tetapi tidak semua perubahan adalah transformasi. Perubahan lebih bersifat superfisial, sedangkan transformasi lebih bersifat substansial.Transformasi memang pada dasarnya adalah sebuah proses atau peristiwa perubahan diri, sehingga yang paling menentukan adalah diri sendiri, diri orang yang bersangkutan, bukan orang lain. Karena itu perubahan diri merupakan inti dari proses transformative learning. Heteroginitas karakteristik peserta didik PLS merupakan salah satu ciri utama yang membedakan PLS dari pendidikan persekolahan. Heteroginitas peserta didik terda-pat baik di antara program yang satu dan program yang lain maupun di dalam setiap program itu sendiri. Dengan beragamnya jenis pendidikan luar sekolah sebagaimana tercermin pada pengkategorian PLS menjadi program-program developmental, institu-tional, dan informational (Boyle, 1981), maka heteroginitas peserta didik tersebut semakin nyata. Pada program Keaksaraan Fungsional misalnya, latar belakang kehidupan peserta didiknya (usia, tingkat ekonomi, jenis pekerjaan, status perkawinan, pengalaman hidup, masalah keluarga, kepribadian, kondisi fisik, dan lain-lain) berbeda-beda. Apalagi perbedaan karakteristik peserta didik antara program yang satu dan program-program yang lain, seperti antara program Keaksaraan Fungsional dan program-program Keseta-raan, Life Skills, PAUD, Homeschooling, Pemberdayaan Wanita, dan Pemberdayaan Masyarakat.

Visi
Pendidikan transformative memiliki visi nengubah masyarakat tradisional menjadi masyarakat modern.sebagaiman masyarakat Indonesia merupakan masyarakat agraris dengan etika ,estetika,dan kepribadian agraris yg belum sepenuhnya familiar dengan ilmu pengentahuan dan teknologi beserta perkembangannya.

Rencana strategis Departemen Pendidikan nasional 2004 mempunyai tujuan untuk pendidikan transfomatif yaitu melahirkan insan cerdas komprehensif dan kompetitif.
Cerdas komprehensif:
Cerdas spiritual(olah hati):beraktualisasi diri melalui olah hati/kalbu untuk menumbuhkan dan memperkuat keimanan ,ketakwaan,dan aklhak mulia termasuk budi pekerti luhur dan kepribadian unggul.
Cerdas emosional(olah rasa):untuk nmeningkatkan sensitivitas dan apresiasivitas akan kehalusan dan keindahan seni budaya serta kompetensi untuk mengekpresikannya.
Cerdas sosial:membina  dan memupuk hubungan timbale balik,demokratis,empatik dan simpatik,menjujung tinggi HAM,ceria dan percaya diri,menghargai kebhinaekaan dalam bermasyarakat dan bernegara serta berwawasan kebangsaan dengan kesadaran hak dan kewajiban warga Negara.
Cerdas intelektual(olah pikir):untuk memperoleh kompetensi dan kemandirian dalam ilmu pengetahuan dan teknologi,aktualisasi insane intelektual yang kritis,kreatif dan imajinatif.
Cerdas kinestetis(olah raga):melalui olah raga untuk mewujudkan insan yg sehat,bugar,berdaya tahan,sigap.terampil,dan aktualisasi insane adiraga.

Cerdas kompetitif:
-berkepribadian unggul
-bersemangat juang tinggi
-mandiri
-pantang menyerah
-pembangun dan Pembina jejaring
-bersahabat dengan perubahan
-inovatif dan menjadi agen perubahan
-produktif
-sadar mutu
-berorientasi global
-pembelajar sepanjang hayat


Untuk mewujudkan manusia yang cerdas komprehensif dan kompetitif tidaklah mudah karena:
Keterbatasan:secara internal Indonesia masih memiliki banyak keterbatasan dalam penyelengaraan pendidikan yang unggul dalam hal:
Man(manusia):sumber daya manusia pengelola pendidikan yang kualitasnya masih belum memuaskan.
Money(uang):keuangan yang masih terbatas dan belum dapat memenuhi kebutuhan penyelengaraan pendidikan yang unggul dan bermutu.
Method(metode):metode pendidikan yang belum beragam dan kurang kreatif sehingga proses pendidikan kurang efektif.
Machines(alat):peralatan pendukung pendidikan yang masih terbatas sehingga hanya menggunakan apa yang ada.
Material(input):siswa yang menjadi input  pendidikan juga memiliki banyak keterbatasan karena kondisi pribadi,keluarga dan masyarakat yang banyak problematika.
Tantangan:secara eksternal Indonesia juga menghadapi tantangan dunia dan era global yang merugikan (selain peluang yang menguntungkan)
Ketidaksesuaian:terjadi krisis keteladanan dengan adanya paradox antara teori dengan praktek antara idealitas dengan realita kehidupan yang sangat mengganggu proses pendidikan.
Pendidikan keluarga:orang tua belum dapat menjadi teladan dalam kehidupan sehari-hari dan hanya menuntut dan meminta anak-anaknya berbuat tanpa member teladan.
Pendidikan masyarakat:kehidupan masyarakat juga berbeda dengan nilai-nilai yang d ajarkan di sekolah.
Keterpaduan manusia seutuhnya:proses pendidikan yang memandang manusia secara utuh yaitu spiritual,emosional,sosial,intelektual,kinestesis.
Keterpaduan pengelolaan:proses pengelolaan yang tuntas mulai dari perencanaan(plan),pelaksanaan(action),monitoring dan evaluasi(check) dan perbaikan(improve) program secara terus menerus terjadi peningkatan mutu pendidikan.
Keterpaduan sumber daya:pengelolaan sumber daya pendidikan meliputi man(manusia),money(uang),method(metode),machines(alat),material(input),yang unggul,cukup,tepat,efisien,dan saling mendukung dalam proses pendidikan.
Keterpaduan partisipasi:antara pemerintah dan masyarakat terjadi sinergi dan saling menjalankan peran dengan sebaik2nya sehingga pelaksanaan pendidikan dalam proses dan pembiayaan dapat efektif dan efisien.
Keterpaduan proses:antara pendidikan d sekolah,rumah dan masyarakat terjadi keterpaduan sinergi sehingga apa yang diajarkan disekolah dikuatkan dirumah dan didukung oleh masyarakat.
Keterpaduan antara teory dan praktek:adanya keteladanan dari para pendidik,sehingga nilai-nilai yang diajarkan dapat terlihatwujudnya dalam kehidupan sehingga membekas dan membentuk karakter.
Keterpaduan nasional,regional,global:adanya kerjasama terpadu antara seluruh komponen bangsa(nasional).kemudian dalam lingkup regional seperti asia tenggara terjalin kerja sama untuk kemajuan pendidikan dan kerja sama global untuk kemajuan manusia yang semakin adil,aman,sejahtera,dan bahagia.


Strategi Pembelajaran Transformatif
Dari penjelasan tentang konsep dasar transformasi dan pembelajaran transformatif di atas, dapat dikatakan bahwa pembelajaran transformatif telah menjadi sebuah strategi pembelajaran tersendiri. Di dalamnya tedapat kandungan potensi yang luar biasa. Apabila potensi tersebut dapat diaplikasikan kedalam setiap kegiatan pendidikan luar sekolah, maka dapat diharapkan bahwa semua kegiatan pendidikan luar sekolah merupakan  kegiatan pendidikan yang sangat menjanjikan. Sebagaimana telah mulai diakui, pembelajaran transformatif merupakan sebuah strategi pembelajaran yang sesuai untuk pendidikan orang dewasa.
Dewasa ini telah berkembang beberapa perspektif teori belajar transformasional, di antaranya adalah transformasi rasional atau transformasi personal oleh Mezirow, transformasi pendidikan atau transformasi individu oleh Boyd, dan transformasi sosial atau transformasi emansipatori oleh Freire (Taylor, 1998). Menurut transformasi rasional, proses belajar transformatif adalah proses pembangunan makna baru terhadap pengalaman diri sendiri berdasarkan interpretasi sebelumnya guna memandu tindakan –tindakan yang akan datang. Teori ini menjelaskan bagaimana harapan, kerangka asumsi budaya, dan anggapan-anggapan seseorang mempengaruhi makna yang diperoleh dari pengalaman barunya. Kegiatan belajar dilakukan melalui dua ranah, yaitu instrumental dan komunikatif. Belajar instrumental difokuskan pada proses pemecahan masalah, sedangkan belajar komunikatif ditekankan pada pemahaman substansi yang terkandung di dalam pembicaraan orang lain, misalnya tentang nilai, cita-cita, perasaan, keputusan moral, dan konsep-konsep kebebasan, keadilan, kasih sayang, buruh, otonomi, komitmen dan demokrasi.Selanjutnya transformasi pendidikan atau transformasi individu berakar dari psikologi analisis yang mengartikan transformasi sebagai perubahan mendasar di dalam pribadi seseorang sebagai akibat dari pengintegrasian dilemma pribadi dan perluasan kesadaran diri. Diyakini bahwa hanya melalui transformasi perubahan diri yang signifikan bisa terjadi. Tujuan utama transformasi adalah membebaskan diri individu dari pola-pola kehendak dan norma budaya yang menghambat potensi aktualisasi diri. Jadi jika Mezirow menfokuskan diri pada konflik kognitif yang dialami seseorang dalam hubungannya dengan budaya dan menempatkan ego sebagai pemain utama dalam pencapaian transformasi, maka Boyd menfokuskan diri pada upaya mengatasi konflik di dalam internal diri individu untuk mencapai keharmonisan karena diri (self) merupakan bagian sentral dan integral dari totalitas kepribadian.
Terakhir, transformasi emansipatori diartikan sebagai proses pembebasan kehidupan dari unsur-unsur pembelenggu, sebuah proses yang berkelanjutan, tiada henti dan sekaligus dinamis. Freire menekankan transformasi sosial melalui penggugahan kesadaran kritis (conscientization) masyarakat dan menempatkan proses pendidikan sebagai sarana yang tepat untuk keperluan tersebut. Karena itu refleksi kritis dipandang sebagai kata kunci transformasi. Semakin kritis peserta didik, semakin mampu yang bersangkutan mengubah kenyataan hidupnya. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan teknik bertanya Sokratik (Jarvis, 1984). Teknik ini dilaksanakan dengan cara mengarahkan atau mengajukan sejumlah pertanyaan yang urut dan logis kepada peserta didik hingga mereka terdorong untuk merespon dan mengekspresikan pengeta-huan yang telah dimilikinya, yang belum pernah terkristalisasi oleh pemikirannya sendiri.substansi yang paling esensial untuk pembelajaran orang dewasa yang transformatif adalah feeling, thinking, watching, dan doing. Pertama-tama, dua aspek (watching dan doing) dihubungkan dengan garis kontinum “grasping experience” untuk terjadinya proses perolehan pengalaman, kemudian dua aspek lainnya (feeling dan thinking) dihubungkan dengan garis kontinum “transfoming experience” guna menterjadikan proses transformasi pengalaman. keempat aspek tersebut di atas dikaitkan dengan 4 tahap siklus belajar yang terdiri atas “concrete experience“, “abstract experience“, “reflective observation” dan “active experimentation“. Hal ini melahirkan serangkaian pemahaman bahwa feeling membuahkan “concrete experience“, thinking membuahkan “abstract experience“, watching membuahkan “reflective observation” dan doing membuahkan “active experimentation“. Selanjutnya dinamika interaksi keempat aspek dan keempat tahap siklus belajar tersebut melahirkan empat perpaduan aktivitas, yaitu diverging (feel & watch), assimilating (think & watch), converging (think & do), dan accomodating (feel & do). Terakhir, keempat paduan dan keempat tahap siklus belajar tadi dihubungkan oleh garis kontinum processing dan perception.
Berdasarkan pemikiran semacam ini, Cranton (2003) merekomendasikan beberapa strategi yang dapat digunakan, 7 di antaranya adalah sebagai berikut.
1.  An activating event that typically exposes a discrepancy between what  a person has always assumed to be true and what has just been experienced, heard, or read. Menunjukkan sejumlah peristiwa yang sama sekali berbeda dari apa yang selama ini diyakini, dialami, didengar, atau dibaca seseorang yang bersangkutan.
2. Articulating assumptions, that is, recognizing underlying assumptions that have been uncritically assimilated and are largely unconscious.
Mengungkap makna yang sesungguhnya dari anggapan-anggapan yang selama ini diikuti orang secara begitu saja atau yang umumnya tak disadari orang.
3. Critical self-reflection, questioning and examining assumptions in terms of where they came from, the consequences of holding them, and why they are important.
Melakukan perenungan secara kritis dalam arti mempertanyakan atau menguji kebenaran asumsi-asumsi yang ada berkenaan dengan dari mana asal asumsi itu, apa sebetulnya akibat yang bakal terjadi jika mengikutinya, dan mengapa asumsi itu dipandang begitu penting.
4. Being open to alternative viewpoints.
Bersikap terbuka atau membuka diri terhadap pandangan lain yang berbeda,
5. Engaging in discourse, where evidence is weighed, arguments assessed, alterna-tive perspectives explored, and knowledge constructed by consensus.
Melibatkan seseorang pada pembicaraan-pembicaraan yang berbukti, alasan-alasan yang teruji, pandangan-pandangan alternatif yang tertelusuri, dan pengetahuan-pengetahuan yang disepakati.
6. Revising assumptions and perspectives to make them more open and better justified.
Melakukan perubahan dengan sengaja asumsi-asumsi atau pandangan-pandangan yang telah dimiliki seseorang atau masyarakat sehingga sikap mereka menjadi lebih terbuka dan lebih bijak.
7. Acting on revisions, behaving, talking, and thinking in a way that is congruent with transformed assumptions or perspectives
Betul-betul melakukan tindakan perbaikan, atau bertindak, berbicara, dan berfikir yang betul-betul sejalan dengan asumsi-asumsi atau pandangan-pandangan yang telah ditransformasi.

Referensi
DEPDIKNAS 2003 Standart komoetensi bahan kajian;pelayanan professional kurikulum berbasis kompetensi.jakarta:puskur balitbang.
DEPDIKNAS 2003. Kegiatan belajar mengajar yang efektif; Pelayanan Profesional Kurikillum Berbasis Kompetensi.jakarta Puskur Balitbang.
            2003 kurikulum berbasis kompetensi pelayanan professional kurikullum berbasis kompetensi Jakarta puskur balitbang.
            2003 .model pelatihan dan pengembangan silabus ;pelayanan profesional kurikulum berbasis kompetensi .jakarta .puskur balitbang.
http://berkarya.um.ac.id/2010/02/konsep-dan-strategi-pembelajaran-transformasi-untuk-pls-oleh-m-djauzi-moedzakir-ketua-jurusan-pls-fip-um/konsep dan strategi pembelajaran transformasi untuk PLS Oleh M.Djauzi Moedzakir(ketua jurusan PLS FIP UM)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar