I.
Pengertian
Dan Tujuan
Pembelajaran
adalah suatu proses dimana terdapat interaksi timbal balik antara peserta didik
dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran
dapat pula diartikan sebagai bantuan yang diberikan pendidik kepada peserta
didik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan
kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan. Lebih
sederhananya, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar
dapat belajar dengan baik.
Sedangakan,
pembelajaran berdasarkan humanistik adalah pembelajaran yang mampu menyiapkan
suasana setara. Suasana setara yang dimaksud disini adalah suasana ketika
peserta didik merasa nyaman karena dihargai oleh pendidik, tidak ada indikasi
pembedaan warna kulit, tingkatan ekonomi, status sosial, dalam sebuah setting
pendidikan. Lebih singkatnya, pembelajaran berdasarkan humanistik lebih
menekankan pendekatan dari hati ke hati dimana manusia sebagai subyek utama
dalam konteks pembelajaran.
Menyoalkan
pembelajaran, tentunya tidak akan terlepas dari apa itu belajar. Belajar
merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang
dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan. Perubahan
yang dimaksudkan adalah terjadi dalam berbagai bentuk perilaku, dari ranah
kognitif, afektif, dan psikomotor. Sifat
perubahan itu relatif permanen, artinya tidak akan kembali kepada keadaan
semula.
Menurut
Teori humanistik, tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia. Proses
belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya
sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambatlaun ia mampu
mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha
memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut
pandang pengamatnya.
Tujuan
utama para pendidik adalah membantu si siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu
membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai
manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam
diri mereka. Para ahli humanistik melihat adanya dua bagian pada proses
belajar, ialah :
- Proses
pemerolehan informasi baru,
- Personalia
informasi ini pada individu.
II.
Tokoh
Penting Dalam Teori Belajar Humanistik Secara Teoritik
Berbicara mengenai
pembelajaran humanistik tentunya tidak terlepas dari tiga tokoh utama dalam
teori pembelajaran humanistik ini yaitu Arthur Combs, Abraham H. Maslow, dan
Carl R. Rogers. Dibawah ini uraian pandangan mereka tentang pembelajaran
humanistik.
a.
Arthur Combs
Seorang
pendidik dapat memahami perilaku peserta didik jika ia mengetahui bagaimana
peserta didik memersepsikan perbuatannya pada suatu situasi. Apa yang
kelihatannya aneh bagi kita, mungkin saja tidak aneh bagi orang lain. Dalam
proses pembelajaran, menurut para ahli psikologi humanistis, jika peserta didik
memperoleh informasi baru, informasi itu dipersonalisasikan ke dalam dirinya.
Sangatlah keliru jika pendidik beranggapan bahwa peserta didik akan mudah
belajar kalau bahan ajar disusun rapi dan disampaikan dengan baik, karena
peserta didik sendirilah yang menyerap dan mencerna pelajaran itu. Yang menjadi
masalah dalam proses pembelajaran bukanlah bagaimana bahan ajar itu
disampaikan, tetapi bagaimana membantu peserta didik memetik arti dan makna
yang terkandung di dalam bahan ajar itu. Apabila peserta didik dapat mengaitkan
bahan ajar dengan kehidupannya, pendidik boleh berbesar hati karena misinya
telah berhasil.
Pemenuhan kebutuhan dimulai dari kebutuhan
terendah, selanjutnya meningkat pada kebutuhan yang lebih tinggi. Kebutuhan
tersebut adalah Kebutuhan jasmaniah, Kebutuhan keamanan, Kebutuhan kasih
sayang, Kebutuhan harga diri, Kebutuhan aktualisasi diri. Lebih jauh Maslow
mengatakan, hierarki kebutuhan manusia tersebut mempunyai implikasi penting
bagi individu peserta didik.
Oleh karenanya, pendidik
harus memerhatikan kebutuhan peserta didik sewaktu beraktivitas di dalam kelas.
Seorang pendidik dituntut memahami kondisi tertentu, misalnya, ada peserta
didik tertentu yang sering tidak mengerjakan pekerjaan rumahnya, atau ada yang
berbuat gaduh, atau ada yang tidak minat belajar. Menurut Maslow, minat atau
motivasi untuk belajar tidak dapat berkembang jika kebutuhan pokoknya tidak
terpenuhi. Peserta didik yang datang ke sekolah tanpa persiapan, atau tidak
dapat tidur nyenyak, atau membawa persoalan pribadi, cemas atau takut, akan
memiliki daya motivasi yang tidak optimal, sebab persoalan-persoalan yang
dibawanya akan mengganggu kondisi ideal yang dia butuhkan.
c.
Carl
R. Rogers
1. Hasrat untuk
belajar
Menurut Rogers,
manusia mempunyai hasrat untuk belajar. Hal itu mudah dibuktikan. Perhatikan
saja, betapa ingin tahunya anak kalau sedang mengeksplorasi lingkungannya.
Dorongan ingin tahu dan belajar merupakan asumsi dasar pendidikan humanistis.
Di dalam kelas yang humanistis, peserta didik diberi kebebasan dan kesempatan
untuk memuaskan dorongan ingin tahu dan minatnya terhadap sesuatu yang
menurutnya bisa memuaskan kebutuhannya. Orientasi ini bertentangan dengan gaya
lama, di mana seorang pendidik atau kurikulum mendominasi peta proses
pembelajaran.
2. Belajar yang berarti
Prinsip ini menuntut
adanya relevansi antara bahan ajar dengan kebutuhan yang diinginkan peserta
didik. Anak akan belajar jika ada hal yang berarti baginya. Misalnya, anak
cepat belajar menghitung uang receh karena uang tersebut dapat digunakan untuk
membeli barang kesukaannya.
3. Belajar tanpa ancaman
Belajar mudah
dilakukan dan hasilnya dapat disimpan dengan baik apabila berlangsung dalam
lingkungan yang bebas ancaman. Proses pembelajaran dapat berjalan dengan lancar
ketika peserta didik dapat menguji kemampuannya, dapat mencoba
pengalaman-pengalaman baru, atau membuat kesalahan-kesalahan tanpa mendapat
kecaman yang menyinggung perasaannya. Jika kenyamanan sudah dia dapatkan,
pembelajaran pun akan menjadi kondusif. Anak tidak merasa tertekan dan pendidik
dianggapnya sebagai fasilitator yang menyenangkan.
4. Belajar atas inisiatif sendiri
4. Belajar atas inisiatif sendiri
Bagi para humanis,
belajar akan sangat bermakna ketika dilakukan atas inisiatif sendiri. Peserta
didik akan mampu memilih arah belajarnya sendiri, sehingga memiliki kesempatan
untuk menimbang dan membuat keputusan serta menentukan pilihan dan introspeksi
diri. Dia akan bergantung pada dirinya sendiri, sehingga kepercayaan dirinya
menjadi lebih baik.
5. Belajar dan perubahan
5. Belajar dan perubahan
Prinsip terakhir yang
dikemukakan Rogers adalah bahwa belajar paling bermanfaat adalah belajar
tentang proses belajar. Menurutnya, di waktu lampau peserta didik belajar
mengenal fakta-fakta dan gagasan-gagasan yang statis, dan apa yang didapat di
sekolah dirasa sudah cukup untuk kebutuhan saat itu. Tetapi sekarang, tuntutan
mengubah pola pikir yang datang setiap waktu. Apa yang dipelajari di masa lalu
tidak dapat mudah dijadikan pegangan untuk mencapai sukses di masa sekarang
ini. Apa yang dibutuhkan sekarang adalah orang-orang yang mampu belajar di
lingkungan yang sedang berubah dan terus akan berubah. Aliran dan teori
pendidikan ini menjadi warna yang dominan di dunia pendidikan. Meski tidak
dianut seluruhnya, minimal ada aliran yang diikuti dan teori yang digunakan
sebagai upaya pengembangan pendidikan.
Menurut
Rogers yang terpenting dalam proses pembelajaran adalah pentingnya guru
memperhatikan prinsip pendidikan dan pembelajaran, yaitu:
1. Menjadi
manusia berarti memiliki kekuatan yang wajar untuk belajar. Siswa tidak harus
belajar tentang hal-hal yang tidak ada artinya.
2. Siswa
akan mempelajari hal-hal yang bermakna bagi dirinya. Pengorganisasian bahan
pelajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian yang
bermakna bagi siswa
3. Pengorganisasian
bahan pengajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai bagian
yang bermakna bagi siswa.
4. Belajar
yang bermakna dalam masyarakat modern berarti belajar tentang proses.
Selain itu, Rogers
juga menekankan pada peran guru sebagai pendidik yang fasilitatif. Ciri – ciri
guru yang fasilitatif adalah :
1. Merespon
perasaan siswa
2. Menggunakan
ide-ide siswa untuk melaksanakan interaksi yang sudah dirancang
3. Berdialog
dan berdiskusi dengan siswa
4. Menghargai
siswa
5. Kesesuaian
antara perilaku dan perbuatan
6. Menyesuaikan
isi kerangka berpikir siswa (penjelasan untuk mementapkan
kebutuhan segera dari siswa)
7. Tersenyum
pada siswa
Dengan
penerapan peran guru sebagai pendidik yang fasilitatif dapat mengurangi angka
bolos siswa, meningkatkan angka konsep diri siswa, meningkatkan upaya untuk
meraih prestasi akademik, mengurangi tingkat problem yang berkaitan dengan
disiplin dan mengurangi perusakan pada peralatan pendidikan, serta siswa
menjadi lebih spontan dan menggunakan tingkat berpikir yang lebih tinggi.
III.
Implikasi Teori Belajar Humanistik
1. Fasilitator
sebaiknya memberi perhatian kepada penciptaan suasana awal, situasi kelompok,
atau pengalaman kelas
2. Fasilitator
membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan perorangan di dalam
kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok yang bersifat umum.
3. Dia
mempercayai adanya keinginan dari masing-masing siswa untuk melaksanakan
tujuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya, sebagai kekuatan pendorong, yang
tersembunyi di dalam belajar yang bermakna tadi.
4. Dia
mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang paling luas
dan mudah dimanfaatkan para siswa untuk membantu mencapai tujuan mereka.
5. Dia
menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk dapat
dimanfaatkan oleh kelompok.
6. Di
dalam menanggapi ungkapan-ungkapan di dalam kelompok kelas, dan menerima baik
isi yang bersifat intelektual dan sikap-sikap perasaan dan mencoba untuk
menanggapi dengan cara yang sesuai, baik bagi individual ataupun bagi kelompok
7. Bilamana
cuaca penerima kelas telah mantap, fasilitator berangsur-sngsur dapat
berperanan sebagai seorang siswa yang turut berpartisipasi, seorang anggota
kelompok, dan turut menyatakan pendangannya sebagai seorang individu, seperti
siswa yang lain.
8. Dia
mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok, perasaannya dan juga
pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksakan, tetapi sebagai
suatu andil secara pribadi yang boleh saja digunakan atau ditolak oleh siswa
9. Dia
harus tetap waspada terhadap ungkapan-ungkapan yang menandakan adanya perasaan
yang dalam dan kuat selama belajar
10. Di
dalam berperan sebagai seorang fasilitator, pimpinan harus mencoba untuk
menganali dan menerima keterbatasan-keterbatasannya sendiri.
IV. Aplikasi
Teori Humanistik Terhadap Pembelajaran Siswa
Aplikasi
teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses pembelajaran
yang mewarnai metode-metode yang diterapkan. Peran guru dalam pembelajaran
humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para siswa sedangkan guru memberikan
motivasi, kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan siswa. Guru
memfasilitasi pengalaman belajar kepada siswa dan mendampingi siswa untuk
memperoleh tujuan pembelajaran.
Siswa
berperan sebagai pelaku utama (student center) yang memaknai proses pengalaman
belajarnya sendiri. Diharapkan siswa memahami potensi diri , mengembangkan
potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi diri yang bersifat
negatif.
Tujuan
pembelajaran lebih kepada proses belajarnya dari pada hasil belajar. Adapun
proses yang umumnya dilalui adalah :
1. Merumuskan
tujuan belajar yang jelas
2. Mengusahakan
partisipasi aktif siswa melalui kontrak belajar yang bersifat jelas , jujur dan
positif.
3. Mendorong
siswa untuk mengembangkan kesanggupan siswa untuk belajar atas inisiatif
sendiri
4. Mendorong
siswa untuk peka berpikir kritis, memaknai proses pembelajaran secara mandiri
5. Siswa
di dorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih pilihannya sendiri,
melakukkan apa yang diinginkan dan menanggung resiko dariperilaku yang
ditunjukkan.
6. Guru
menerima siswa apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran siswa, tidak menilai
secara normatif tetapi mendorong siswa untuk bertanggungjawab atas segala
resiko perbuatan atau proses belajarnya.
7. Memberikan
kesempatan murid untuk maju sesuai dengan kecepatannya
8. Evaluasi
diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi siswa
Pembelajaran berdasarkan teori humanistik ini
cocok untuk diterapkan pada materi-materi pembelajaran yang bersifat
pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap
fenomena sosial. Indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa
senang bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjaadi perubahan pola pikir,
perilaku dan sikap atas kemauan sendiri. Siswa diharapkan menjadi manusia yang
bebas, berani, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya
sendiri secara bertanggungjawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau
melanggar aturan , norma , disiplin atau etika yang berlaku.
V. Pendekatan
Pembelajaran Berdasarkan Humanistik
Pendekatan pembelajaran humanistik memandang manusia
sebagai subyek yang bebas merdeka untuk menentukan arah hidupnya. Manusia
bertanggungjawab penuh atas hidupnya sendiri dan juga atas hidup orang lain.
Pendekatan yang lebih tepat digunakan dalam pembelajaran yang humanistik adalah
pendekatan dialogis, reflektif, dan ekspresif. Pendekatan dialogis mengajak
peserta didik untuk berpikir bersama secara kritis dan kreatif. Pendidik tidak
bertindak sebagai guru melainkan fasilitator dan partner dialog; pendekatan
reflektif mengajak peserta didik untuk berdialog dengan dirinya sendiri;
sedangkan pendekatan ekspresif mengajak peserta didik untuk mengekspresikan
diri dengan segala potensinya (realisasi dan aktulisasi diri). Dengan demikian
pendidik tidak mengambil alih tangung jawab, melainkan sekedar membantu dan
mendampingi peserta didik dalam proses perkembangan diri, penentuan sikap dan
pemilahan nilai-nilai yang akan diperjuangkannya.
Pendidikan yang humanistik menekankan bahwa pendidikan
pertama-tama dan yang utama adalah bagaimana menjalin komunikasi dan relasi
personal antara pribadi-pribadi dan antar pribadi dan kelompok di dalam
komunitas sekolah. Relasi ini berkembang dengan pesat dan menghasilkan
buah-buah pendidikan jika dilandasi oleh cintakasih antar mereka.
Pribadi-pribadi hanya berkembang secara optimal dan relatif tanpa hambatan jika
berada dalam suasana yang penuh cinta (unconditional love), hati yang penuh
pengertian (understanding heart) serta relasi pribadi yang efektif (personal
relationship). Dalam mendidik seseorang kita hendaknya mampu menerima diri
sebagaimana adanya dan kemudian mengungkapkannya secara jujur (modeling).
Mendidik tidak sekedar mentransfer ilmu pengetahuan, melatih keterampilan
verbal kepada para peserta didik, namun merupakan bantuan agar peserta didik
dapat menumbuh kembangkan dirinya secara optimal.
Mendidik yang efektif pada dasarnya merupakan kemampun
seseorang menghadirkan diri sedemikian sehingga pendidik memiliki relasi
bermakna pendidikan dengan para peserta didik sehingga mereka mampu menumbuh
kembangkan dirinya menjadi pribadi dewasa dan matang. Pendidikan yang efektif
adalah yang berpusat pada siswa atau pendidikan BAGI siswa. Dasar pendidikannya
adalah apa yang menjadi “dunia”, minat, dan kebutuhan-kebutuhan peserta didik.
Pendidik membantu peserta didik untuk menemukan, mengembangkan dan mencoba
mempraktikkan kemampuan-kemampuan yang mereka miliki (the learners-centered
teaching). Ciri utama pendidikan yang berpusat pada siswa adalah bahwa pendidik
menghormati, menghargai dan menerima siswa sebagaimana adanya. Komunikasi dan
relasi yang efektif sangat diperlukan dalam model pendidikan yang berpusat pada
siswa, sebab hanya dalam suasana relasi dan komunikasi yang efektif, peserta didik
akan dapat mengeksplorasi dirinya, mengembangkan dirinya dan kemudian mem-
“fungsi” -kan dirinya di dalam masyarakat secara optimal.
Tujuan sejati dari pendidikan seharusnya adalah
pertumbuhan dan perkembangan diri peserta didik secara utuh sehingga mereka
menjadi pribadi dewasa yang matang dan mapan, mampu menghadapi berbagai masalah
dan konflik dalam kehidupan sehari-hari. Agar tujuan ini dapat tercapai maka
diperlukan sistem pembelajaran dan pendidikan yang humanistik serta
mengembangkan cara berpikir aktif-positif dan keterampilan yang memadai (income
generating skills). Pendidikan dan pembelajaran yang bersifat aktif-positif dan
berdasarkan pada minat dan kebutuhan siswa sangat penting untuk memperoleh
kemajuan baik dalam bidang intelektual, emosi/perasaan (EQ), afeksi maupun
keterampilan yang berguna untuk hidup praktis.
Tujuan pendidikan pada hakikatnya adalah membantu
peserta didik untuk bertumbuh dan berkembang menjadi pribadi-pribadi yang lebih
bermanusiawi (semakin “penuh” sebagai manusia), berguna dan berpengaruh di
dalam masyarakatnya, yang bertanggungjawab dan bersifat proaktif dan
kooperatif. Masyarakat membutuhkan pribadi-pribadi yang handal dalam bidang
akademis, keterampilan atau keahlian dan sekaligus memiliki watak atau
keutamaan yang luhur.
Trimanjuniarso, 2009. Teori Belajar Humanistik, http://www.trimanjuniarso.wordpress.com
Soemanto, Wasty,
Drs., 1987. Psikologi Pendidikan,
Jakarta: Bina Aksara.
D.P, Yanti, 2009. Pendekatan Pembelajaran Humanis, http://bintangbangsaku.com/artikel/2009/01/pendekatan-pembelajaran-sbb.html
Edy, 2009. Artikel Teori Humanistik, http://www.infoskripsi.com/Article/Teori-Humanistik.html
http://www.e-psikologi.com/lain-lain/tokoh.htm#tigabelas
http://www.geocities.com/masterptvpsikologi/psikologihumanistik.pdf
http://facultyweb.cortland.edu/~andersmd/maslow/explain.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar